SEJARAH PONDOK PESANTREN ATTANWIR
Pondok Pesantren Attanwir yang terletak di Desa Talun Kecamatan Sumberrejo Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, terlahir dari sebuah Musholla yang terbuat dari kayu jati yang dibangun pada Tahun 1925M, oleh H. Idris dan dipersiapkan untuk anak angkatnya, H. Sholeh, yang masih belajar di Pondok Pesantren Maskumambang Gresik. Tahun 1933, H. Sholeh mulai merintis kegiatan mengajar anak-anak di Musholla yang telah dipersiapkan. Dimulai dari mengajar membaca Al-Qur’an, Tulis menulis huruf Arab, cara-cara beribadah dan sebagainya. Waktu mengajar sore hari mulai ba’dal Ashar hingga Isya’ pada setiap hari. Kegiatan ini dilakukan seorang diri dengan penuh ketelatenan, keuletan dan kesabaran serta keikhlasan.
Setelah beberapa waktu berjalan,
Alhamdulillah hasilnya mulai tampak, kalau yang semula belajar hanya anak-anak
Desa Talun yang jumlahnya kurang dari Sepuluh anak, maka dalam waktu yang tidak
terlalu lama, anak-anak dari Desa sekitarnya mulai berdatangan ikut belajar
hingga jumlahnya mencapai 40 anak lebih. Tidak ketinggalan para orang tua
mereka juga mulai belajar dengan kesadaran sendiri.
Makin lama jumlah pemeluk Islam semakin bertambah, akibatnya Musholla yang di tempati kegiatan belajar-mengajar dan berjama’ah tidak mampu menampung mereka yang jumlahnya setiap waktu terus bertambah. Dibelilah sebuah rumah dari kayu jati dengan ukuran lebih besar dan selanjutnya diwakafkan untuk Masjid, sedang Musholla yang ada digunakan tempat mengajar dan Asrama santri putra. Sementara kegiatan Belajar-mengajar masih berjalan sebagaimana biasa, yaitu dengan sistem weton dan sorogan dan hanya ditangani sendiri oleh KH Sholeh.
Sejalan dengan perjalanan waktu,
jumlah santripun bertambah banyak, tidak hanya santri putra saja, santri
putipun jumlahnya semakin banyak, dan diantara mereka ada yang datang dari luar
Desa atau Daerah, maka terpaksa harus menyediakan beberapa kamar atau gotakan
tempat mereka. Demikian pula tenaga pengajarpun ditambah.
Dalam perkembangannya Pondok Pesantren
Attanwir berupaya menyesuaikan diri dengan perkembangan dunia Modern, tanpa
meninggalkan ciri khas sebagai Lembaga Pendidikan Pesantren yang Islami Ala
Ahli Sunnah Wal Jama’ah. Sebagai Lembaga Pendidikan Tradisional, Pondok
Pesantren Attanwir mempunyai fungsi ganda, yaitu Dakwah dan Pendidikan. Oleh
karena itu peran dan Fungsinya menjadi sangat Strategis, dan peran tersebut
secara bertahap selalu diupayakan pelaksanaannya sesuai dengan kemampuan serta
perkembangan situasi setiap waktu.
Dengan semakin berkembang dan majunya dunia
pendidikan serta meningkatnya tuntutan masyarakat, maka keberadaan Pondok
Pesantren Attanwir juga dituntut untuk mampu memenuhi kebutuhan tersebut, yaitu
dengan membuka Madrasah Diniyyah Khusus anak putri, waktu belajar sore hari
dengan masa belajar 3 tahun. Pada tahun pertama (tahun 1951) ada 40 anak, pada
tahun berikutnya sudah mencapai 100 anak. Sedang santri putra untuk sementara
masih tetap diajar malam hari seperti biasa.
Berkat ketekunan dan keikhlasan KH. Sholeh,
kesadaran ummat semakin meningkat, keimannya semakin mantap, dukungan terhadap
pesantren juga semakin besar. Kemudian pada tahun 1952, seistem pendidikan
ditingkatkan lagi, dari Diniyyah menjadi Ibtidaiyah selama 6 tahun untuk putra-putri
dengan waktu belajar pagi hari. Seiring dengan bertambah banyaknya santri, maka
pelaksanaan belajar mengajar tidak mungkin lagi hanya ditangani sendiri,
seperti yang sudah berjalan selama ini, maka untuk kelancarannya di perlukan
tambahan beberapa pembantu, baik untuk membantu mengajar maupun membantu
mengurusi kebutuhan-kebutuhan lain yang diperlukan pesantren. Untuk mengatasi
kebutuhan tersebut, didatangkan pengajar atau ustadz-ustadzah dari daerah lain,
diantaranya Yogyakarta, Solo, Jombang dan dari daerah lainnya, karena pada
waktu itu tenaga pengajar dari daerah sendiri masih sulit.
`Dalam perjalanan selanjutnya
kepercayaan ummat kepada pesantren terus bertambah meningkat, santri atau murid
yang datang bertambah banyak baik dari dalam maupun luar desa, sehingga sarana
untuk kegiatan belajar mengajar dan tempat beribadah perlu ditambah dan
perluas, maka menjelang tahun 1957, dengan bantuan, bimbingan dan petunjuk
Bapak HM. Maskun dan H. Idris mereka sepakat untuk membuat masjid yang permanen
dengan ukuran 16 x 11m yang bertempat diatas tanah masjid lama, dan
Alhamdulillah pada tahun 1958, bangunan masjid ini dapat terwujud, sampai
sekarang bentukdan model bangunannya.
Masih tetap seperti sediakala belum ada
perubahan, hanya ada penambahan teras disebelah selatan untuk muslimat dan
teras depan. Dan diberi nama masjid “Al-Muttaqin”.
Pada tahun 1960, Pondok Pesantren
Attanwir membangun tambahan gedung baru dengan ukuran luas 21 x 7 m2, dan
peletakan batu pertama pembangunannya dilakukan oleh Bapak Bupati Bojonegoro.
H.R. Tamsi Tedjo Sasmito. Gedung baru ini terletak disebelah selatan masjid dan
digunakan untuk madrasah Mu’alimin Al-Islamiyah selama 4 tahun, yang kemudian
diubah menjadi Madrasah Tsanawiyah selama 3 tahun dan Madrasah Aliyah selama 3
tahun juga. Dengan pengertian bahwa masa belajar di madrasah 6 tahun
Tsanawiiyah dan Aliyah, maka dianggap belum tamat apabila belum menamatkan
kelas III Aliyah. Dan dengan tetap mengikuti ujian Negara, mereka yang sudah
lulus, mendapat Ijazah Negri yang dapat digunakan sebagai salah satu bekal
menghadapi masa depan yang semuanya serba Formal.
Mulai tahun 1982, dengan selalu memohon
pertolongan Allah SWT disertai upaya dan kerja keras, maka setiap tahun dapat
merehab bangunan-bangunan lama dan sekaligus menata penempatan gedung-gedung
tersebut. Disamping itu juga dapat membangun beberapa gedung baru, baik untuk
Madrasah maupun untuk Asrama atau Pondok Putra-Putri termasuk Perkantoran dan
sarana lainnya. Pembangunan gedung-gedung tersebut sifatnya untuk mengejar
kebutuhan pokok yang dirasakan sangat mendesak, jadi belum merupakan bangunan
dengan kualitas dan standar yang sempurna juga masih belum mencukupi kebutuhan
yang terus meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah santri atau siswa yang
datang setiap tahun. Dengan wafatnya KH. Sholeh Tahun 1992, kepengasuhan
diamanatkan kepada KH. Sahal Sholeh sampai wafat beliau pada Tahun 2006.
Kemudian kepengasuhan diserahkan kepada KH. Ali Humaidi dan dibantu oleh H. A.
Fuad Sahal hingga sekarang.
Bersamaan dengan itu, kesadaran ummat semakin
meningkat, ada yang dengan ikhlas mewakafkan tanahnya, ada yang tanahnya
ditukar dengan tanah ditempat lain dan ada pula yang tanahnya rela dibeli
pondok, sehingga saat ini luas tanah lokasi pondok sudah ada ± 2 ha, semua
berstatus wakaf dan sudah bersitifikat, sedang luas bangunannya sudah mencapai
4.430 m.
Selanjutnya pelaksanaan Pendidikannya sebagai
lembaga Pesantren, sistem tradisional yang masih relevan dengan kondisi dan
situasi sekarang tetap dipertahankan. Sedang sistem modern yang dipandang lebih
baik juga diterapkan, jadi ada perpaduan antara sistem Tradisional dengan
sistem Modern, demikkian juga tentang Kurikulum yang dipakai merupakan
perpaduan antara Kurikulum Pemerintah (Depag) dengan Kurikulum Pesantren, dalam
arti pelajaran bidang Agama, disamping kurikulum ala Pesantren Modern Gontor
juga tidak ditinggalkan. Sudah barang tentu pelaksanaannya disesuaikan dengan
situasi dan kondisi yang ada.
Adapun unit pendidikan formal yang ada di
Pondok Pesantren Attanwir saat ini adalah:
1) Roudlotul Athfal (RA)
2) Madarasah Ibtida’iyah (MI)
3) Madarasah Tsanawiyah (MTs)
4) Madarasah Aliyah, terdiri dari dua jurusan yaitu; Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)
5) Sekolah Menengah Kejuruan, terdiri dari dua jurusan yaitu; Teknik Komputer Jaringan (TKJ) dan Teknik Kendaraan Ringan (TKR)
6) Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Attanwir, yang meliputi dua program yaitu; Bimbingan dan Konseling Islam (BKI) dan Ekonomi Syari’ah (ES)
Sedangkan unit Pendidikan Non Formal diantaranya PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini), Majelis Ta’lim, KBIH (Kelompok Bimbingan Ibadah Haji) dan Jam’iyyatul Qurro’ Wal Huffadz.
Dan untuk menunjang kegiatan belajar mengajar (KBM), tersedia sarana prasarana seperti Asrama Santri, Ruang perpustakaan, Ruang Multimedia, Laboratorium Komputer, Laboratorium Bahasa, Laboratorium IPA, Laboratorium Ekonomi dan Laboratorium BKI.
0 comments:
Post a Comment